tombol nafigasi

Jumat, 03 Juni 2011


Bagaimana hukumnya HP yang sudah terprogram Al-quran digital sedangkan kita kadang-kadang di toilet(kamar mandi).apakah kita lakukan selayaknya menyikapi Al-quran?

Jawaban

Pengertian Mushaf

Al-Azhari dalam kamus Lisanul Arab dan Al-Mu’jam Al-Wasith menyatakan dinamakan benda itu mushaf karena bersifat ushifa, yaitu nama untuk benda yang dituliskan padanya kalamullah dan diapit oleh dua sisinya. (ismum lil maktubati fihi kalamullah ta’ala bainad duffataini).

Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mushaf Al-Quran adalah benda yang tertulis di atasnya huruf-huruf Arab berupa ayat-ayat Al-Quran. Hal ini sebagaimana yang kita baca dari pengertian mushaf menurut kitab Hasyiyatu Ad-Dasuqi ‘ala Syarhil Kabir jilid 1 halaman 125. Keterangan yang senada juga kita dapati pada kitab Al-Qolyubi ala Syarhil Minhaj jilid 1 halaman 35.

Di kitab itu dijelaskan bahwa untuk bisa disebut mushaf, tidak ada aturan hanya berupa tulisan ayat Al-Quran sebanyak 30 juz. Potongan satu dua ayat pun sudah termasuk mushaf.

Mushaf itu secara fisik tidak terbatas hanya pada buku atau kertas, melainkan juga bisa saja berbentuk benda-benda lain seperti batu, kayu, kulit binatang, pelepah kurma, tulang atau apa pun juga.

Hukum Terkait Dengan Mushaf

Para ulama mengatakan bahwa mushaf Al-Quran itu harus dimuliakan, karena merupakan tulisan yang berisi mukjizat, yaitu perkataan Allah SWT. Dan bentuknya adalah tidak membolehkan orang yang berhadats untuk menyentuhnya. Tentu dengan segala bentuk variasi perbedaan pendapat di dalamnya. Selain itu juga melarang orang untuk membawanya masuk ke dalam WC.

1. Hukum Menyentuh Mushaf Buat Orang Yang Berhadats

Umumnya para ulama mengharamkan kita menyentuhnya, kecuali bila diri kita bersih dan suci dari hadats kecil atau hadats besar. Bahkan hal itu, menurut sebagian mereka, dianggap sebagai ketentuan langsung dari Allah di dalam Al-Quran.

Tidak boleh ada yang menyentuhnya kecuali orang yang suci

2. Membawa Mushaf ke dalam WC

Larangan lainnya adalah membawa masuk mushaf Al-Quran ke dalam WC. Banyak ulama seperti kalangan mazhab Al-Malikiyah yang tegas mengharamkan kita masuk ke WC sambil membawa mushaf.

Keharamannya didasari dengan dalil-dalil, antara lain:

Bila Rasulullah SAW masuk ke dalam WC, beliau melepas cincinnya. (HR Abu Daud)

Abu Daud mengomentasi bahwa hadits ini munkar, sebagaimana yang beliau tuliskan dalam Sunan Abu Daud jilid 1 halaman 25.

Sedangkan Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanafiyah tidak mengharamkannya secara mutlak, namun tetap memakruhkannya.

Software Quran dalam Perangkat Elektronik

Yang jadi masalah adalah: apakah software Quran dalam perangkat elektronik bisa sejajar dan disamakan hukumnya dengan mushaf pada umumnya? Ataukah punya hukum tersendiri karena ada perbedaan sifat dan karakter?

Perbedaan antara keduanya memang jelas ada. Titik perbedaannya adalah pada ketidak-permanenan tulisan ayat Al-Quran. Software membutuhkan layar untuk memproyeksikan isinya. Bila layar itu diaktifkan, layar itu memang bisa dihukumkan sebagai mushaf.

Tapi apa yang terjadi kalau layar itu dimatikan?

Jelas layar itu tidak akan menampilkan tulisan ayat Quran. Sehingga sudah bisa dipastikan bahwa saat layar itu tidak diaktifkan, maka tidak ada mushaf di sana. Artinya, saat dinonaktifkan, layar itu bukan merupakan mushaf.

Sebagai perbandingan, kita bisa juga melihat pada dinding putih bersih yang tidak ada tulisan apa pun di atasnya. Jelas dindingi itu bukan mushaf, karena tidak ada tuisannya.

Lalu kita nyalakam komputer dengan software tulisan Al-Quran, lantas kita gunakan video projektor untuk menembakkan citranya ke tembok putih itu. Tembok putih yang semula kosong itu akan menjadi tempat proyeksi dari gambar yang diterimanya dari projektor. Saat itu tiba-tiba kita bisa melihat susunan ayat Quran di tembok itu.

Selama ayat Quran itu muncul di tembok, kita bisa saja mengatakan bahwa saat itu tembok telah berubah menjadi mushaf. Karena memenuhi kriteria sebagai mushaf.

Tapi, kalau kita matikan sinar projektor itu, tiba-tiba ayat Quran yang tercitra di tembok itu hilang dan tembok kembali lagi menjadi putih.

Nah, apakah setelah tembok itu kembali memutih, kita masih mengatakan bahwa tembok itu sebagai mushaf Al-Quran? Tentu tidak, bukan?

Hal yang sama berlaku dengan papan tulis yang kita tulisi ayat Quran. Saat masih ada tulisannya, untuk sementara kita bisa katakan bahwa papan tulis itu sebagai mushaf Al-Quran. Tapi begitu tulisan itu kita hapus, dan papan tulis menjadi bersih tanpa tulisan, masihkah kita katakan bahwa papan tulis itu sebagai mushaf?

Rasanya kita akan sepakat bahwa papan tulis itu sudah bukan mushaf lagi saat tidak ada tulisan ayat Qurannya.

Maka demikian pula kasusnya dengan software Quran yang ada di dalam PDA atau HP kita. Kalau mau masuk WC, kita non aktifkan saja. Selesai urusannya. Ada pun di dalam memorinya masih ada di dalam perangkat itu, selama tidak diaktifkan, tentu tidak bisa disebut sebagai mushaf.

Lagian, bukankah di dalam kepala Anda sendiri juga ada memori ayat-ayat Quran, bukan? Selama memori itu tidak diaktifkan lewat suara, maka tidak mengapa Anda masuk WC.

Kita belum pernah melihat ada orang yang setiap mau masuk WC, harus melepaskan dulu kepalanya dan dititipkan pada penjaga WC di luar, karena dianggap isi kepalanya ada memori ayat Quran.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Kamis, 21 April 2011

TINGALKAN KERAGUAN

Dari Abu Muhammad, Al Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kesayangan beliau radhiallahu ‘anhuma telah berkata : “Aku telah menghafal (sabda) dari Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu “.
(HR. Tirmidzi dan berkata Tirmidzi : Ini adalah Hadits Hasan Shahih)

Senin, 07 Juni 2010

Larangan Berbuat Bid'ah

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. : tiga orang laki-laki berkunjung ke rumah istri-istri Nabi Saw menanyakan bagaimana (kualitas) Nabi Saw beribadah kepada Allah. ketika mereka diberitahu perihal itu, mereka merasa ibadah yang selama ini mereka lakukan sangat tidak memadai dan berkata, "begitu jauhnya kita dari Nabi Saw yang dosa masa lampau dan masa depannya telah diampuni Allah". lalu salah seorang dari mereka berkata, "aku akan mengerjakan shalat sepanjang malam". yang lain berkata, "aku akan berpuasa sepanjang tahun". dan yang lainnya lagi berkata, "aku tidak akan menikah seumur hidupku".
Rasulullah Saw menemui mereka dan berkata, "apakah kalian orang-orang yang berkata ini dan itu? demi Allah, aku lebih tunduk dan takut kepada Allah daripada kalian. tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan menikahi perempuan. maka barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku".

Inilah Aqidah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab

Berikut ini akan kami bawakan risalah yang berisi tanya-jawab dalam hal aqidah Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Dengan mencermati karya beliau ini akan tampaklah bagi kita sebenarnya bagaimana aqidah [keyakinan] beliau yang mungkin bagi sebagian kalangan telah mendapatkan kesan negatif mengenai beliau. Silakan anda telaah dengan pikiran yang jernih dan hati yang tenang. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita.

Tanya : Siapakah Rabbmu?
Jawab : Rabbku adalah Allah yang telah memeliharaku dan memelihara seluruh alam dengan segala nikmat-Nya. Dia lah sesembahanku, tidak ada bagiku sesembahan selain-Nya. Sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala dalam surat al-Fatihah (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”

Tanya : Apakah makna kata Rabb?
Jawab : Yang menguasai dan yang mengatur, dan hanya Dia (Allah) yang berhak untuk diibadahi

Tanya : Apa makna kata Allah?
Jawab : Yaitu yang memiliki sifat ketuhanan dan berhak diibadahi oleh seluruh makhluk-Nya

Tanya : Dengan apa kamu mengenal Rabbmu?
Jawab : Dengan memperhatikan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk ciptaan-Nya

Tanya : Makhluk apakah yang terbesar yang bisa kamu lihat di antara makhluk ciptaan-Nya?
Jawab : Langit dan bumi

Tanya : Apakah ayat (tanda kekuasaan)-Nya yang paling besar?
Jawab : Malam dan siang, matahari dan bulan

Tanya : Apakah dalil atas hal itu?
Jawab : Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Allah menutupkan malam kepada siang dan mengikutinya dengan cepat, matahari dan bulan serta bintang-bintang semuanya ditundukkan dengan perintah-Nya. Ingatlah, sesungguhnya penciptaan dan pemberian perintah adalah hak-Nya, Maha berkah Allah Rabb seluruh alam.” (QS. al-A’raf : 54).

Tanya : Untuk apakah Allah menciptakan kita?
Jawab : Untuk beribadah kepada-Nya

Tanya : Apa yang dimaksud beribadah kepada-Nya?
Jawab : Mentauhidkan Allah dan menaati-Nya

Tanya : Dalam hal apa kita menaati-Nya?
Jawab : Kita taati perintah-Nya dan kita jauhi segala yang dilarang-Nya kepada kita

Tanya : Apa dalil untuk hal itu?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56).

Tanya : Apa makna ’supaya mereka beribadah kepada-Ku’?
Jawab : Maknanya adalah agar mereka mentauhidkan Allah

Tanya : Apa yang dimaksud dengan tauhid?
Jawab : Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah

Tanya : Apakah perkara terbesar yang dilarang Allah untuk kita?
Jawab : Perkara terbesar yang dilarang Allah adalah syirik yaitu berdoa kepada selain Allah [saja] atau berdoa kepada selain-Nya di samping berdoa kepada-Nya.

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya (dalam beribadah) dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nisaa’ : 36).

Tanya : Apa yang dimaksud dengan ibadah?
Jawab : Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi

Tanya : Apa sajakah yang termasuk macam-macam ibadah?
Jawab : Ibadah itu banyak jenisnya, di antaranya adalah : doa, takut, harap, tawakal, roghbah (keinginan), rohbah (kekhawatiran), khusyu’, khas-yah (takut yang dilandasi ilmu), inabah (taubat), isti’anah (meminta pertolongan), isti’adzah (meminta perlindungan), istighotsah (meminta keselamatan dari bahaya), menyembelih, nadzar, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya.

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Seluruh masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyeru bersama-Nya sesuatu pun.” (QS. al-Jin : 18).

Tanya : Apa hukum bagi orang yang mengalihkan ibadah kepada selain Allah?
Jawab : Orang yang melakukannya dihukumi musyrik dan kafir

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Barangsiapa yang menyeru bersama Allah sesembahan yang lain padahal tidak ada bukti baginya, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada akan beruntung.” (QS. al-Mukminun : 117).

Tanya : Perkara apakah yang diwajibkan pertama kali oleh Allah kepada kita?
Jawab : Yaitu mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah

Tanya : Apa yang dimaksud dengan thaghut?
Jawab : Segala sesuatu yang menyebabkan hamba melampaui batas, yang berupa sesembahan, orang yang diikuti atau sosok yang ditaati, maka dia adalah thaghut

Tanya : Ada berapakah thaghut itu?
Jawab : Jumlah mereka banyak, namun pembesarnya ada lima : Iblis -semoga Allah melaknatnya-, orang yang diibadahi dan ridha dengan hal itu, orang yang menyeru orang lain untuk beribadah kepada dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, dan orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidak ada paksaan dalam agama, sungguh telah jelas antara petunjuk dengan kesesatan. Barangsiapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang dengan buhul tali yang sangat kuat dan tidak akan putus, Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. al-Baqarah : 256).

Tanya : Apa yang dimaksud dengan Urwatul Wutsqa (buhul tali yang sangat kuat)?
Jawab : Maksudnya adalah laa ilaha illallah

Tanya : Apa makna laa ilaha illallah?
Jawab : Laa ilaha adalah penolakan, sedangkan illallah adalah penetapan

Tanya : Apa yang ditolak dan apa yang ditetapkan?
Jawab : Aku menolak segala sesembahan selain Allah dan aku tetapkan bahwa seluruh jenis ibadah harus ditujukan kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya; sesungguhnya aku berlepas diri dari semua sesembahan kalian kecuali dari Dzat yang telah menciptakanku, sesungguhnya Dia pasti menunjuki diriku. Dan Allah menjadikan kalimat itu tetap ada pada keturunannya (Ibrahim) semoga mereka mau kembali (kepada kebenaran).” (QS. az-Zukhruf : 26-28).

Tanya : Apakah agamamu?
Jawab : Agamaku Islam, yaitu menyerahkan diri kepada Allah dengan bertauhid, patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Yaitu firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanya Islam.” (QS. Ali Imran : 19). Dan juga firman-Nya (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat nanti dia pasti termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran : 85).

Tanya : Ada berapakah rukun Islam?
Jawab : Ada lima; syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke rumah Allah yang suci jika memiliki kemampuan.

Tanya : Apakah dalil syahadat laa ilaha illallah?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, demikian pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu, dengan menegakkan keadilan. Tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18).

Tanya : Apakah dalil syahadat anna Muhammadar rasulullah?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sekali-kali Muhammad itu bukanlah ayah salah seorang lelaki di antara kalian, namun dia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab : 40).

Tanya : Apa makna syahadat anna Muhammadar rasulullah?
Jawab : Maknanya adalah menaati perintahnya, membenarkan beritanya, menjauhi segala larangannya, dan beribadah kepada Allah hanya dengan syari’atnya

Tanya : Apakah dalil sholat, zakat serta tafsir dari tauhid?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan tidaklah mereka disuruh melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan penuh ikhlas melakukan amal karena-Nya (tanpa disertai kesyirikan), mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah : 5)

Tanya : Apakah dalil puasa?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah : 183).

Tanya : Apakah dalil haji?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Wajib bagi umat manusia untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah karena Allah, yaitu bagi orang yang mampu melakukan perjalanan ke sana. Barangsiapa yang kufur maka sesungguhnya Allah Maha kaya dan tidak membutuhkan seluruh alam.” (QS. Ali Imran : 97).

Tanya : Apakah pondasi ajaran dan kaidah dalam agama Islam?
Jawab : Ada dua perkara : [Pertama] adalah perintah untuk beribadah kepada Allah semata dan memotivasi manusia untuk melakukannya, membangun loyalitas di atasnya dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya (tidak beribadah kepada Allah). [Perkara Kedua] adalah memperingatkan manusia dari kesyirikan dalam hal ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, bersikap keras dalam hal itu (mengingkari syirik), membangun permusuhan di atasnya, dan mengakfirkan orang yang melakukannya (kemusyrikan).

Tanya : Ada berapakah rukun iman?
Jawab : Ada enam; yaitu iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir baik dan yang buruk

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Bukanlah kebaikan itu kamu memalingkan wajahmu ke arah timur ataupun barat, akan tetapi yang disebut kebaikan adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab, dan para nabi.” (QS. al-Baqarah : 177).

Tanya : Apakah dalil iman kepada takdir?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan ukuran/takdir.” (QS. al-Qamar : 49).

Tanya : Apa yang dimaksud ihsan?
Jawab : Ihsan terdiri dari satu rukun yaitu; kamu beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya dan jika kamu tidak bisa maka yakinlah bahwa Dia senantiasa melihatmu

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Allah akan bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. an-Nahl : 128).

Tanya : Siapakah Nabimu?
Jawab : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim, sedangkan Hasyim berasal dari keturunan Quraisy, Quraisy dari bangsa Arab, sedangkan Arab merupakan keturunan Nabi Ismail putra Ibrahim al-Khalil (kekasih Allah) semoga shalawat dan salam yang paling utama tercurah kepadanya dan kepada nabi kita.

Tanya : Berapakah umur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Jawab : Enam puluh tiga tahun; empat puluh tahun sebelum diangkat menjadi nabi dan dua puluh tiga tahun sebagai nabi dan rasul

Tanya : Dengan apakah beliau diangkat menjadi Nabi? Dan dengan apa diangkat sebagai rasul?
Jawab : Beliau diangkat menjadi Nabi dengan turunnya Iqra’ dan diangkat sebagai rasul dengan turunnya al-Muddatstsir

Tanya : Di manakah negerinya?
Jawab : Beliau berasal dari Mekah lalu berhijrah ke Madinah, dan kemudian beliau wafat di sana -semoga shalawat dari Allah dan keselamatan senantiasa tercurah kepadanya- setelah Allah sempurnakan agama dengan mengutus beliau (beserta ajarannya).

Tanya : Apa yang dimaksud dengan hijrah?
Jawab : Berpindah dari negeri syirik menunju negeri Islam, sementara hijrah itu tetap berlaku hingga tegaknya hari kiamat

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat itu dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri. Maka malaikat bertanya kepadanya; Di manakah dulu kalian berada? Mereka menjawab; Kami dulu berada dalam keadaan tertindas dan lemah di muka bumi. Mereka berkata; bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di atasnya? Mereka itulah orang-orang yang tempat kembalinya adalah neraka Jahannam dan sungguh neraka itu adalah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 97).

Tanya : Apakah dalilnya dari Sunnah (Hadits)?
Jawab : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah terputus hijrah sampai taubat terputus, dan tidak akan terputus [kesempatan] bertaubat hingga matahari terbit dari arah tenggelamnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan ad-Darimi).

Tanya : Apakah Rasul masih hidup atau sudah mati?
Jawab : Beliau telah meninggal sedangkan agamanya masih tetap ada hingga hari kiamat tiba

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya kamu pasti mati dan mereka pun akan mati, kemudian nanti pada hari kiamat di sisi Rabb kalian maka kalian pun akan saling bermusuhan.” (QS. az-Zumar : 31).

Tanya : Apakah setelah mati manusia akan dibangkitkan?
Jawab : Iya, benar

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dari tanah itulah Kami ciptakan kalian dan kepadanya kalian Kami kembalikan, dan dari dalamnya Kami akan mengeluarkan kalian untuk kedua kalinya.” (QS. Thaha : 55).

Tanya : Apakah hukum orang yang mendustakan hari kebangkitan?
Jawab : Orang yang melakukan hal itu adalah kafir

Tanya : Apakah dalilnya?
Jawab : Firman Allah ta’ala (yang artinya), “Orang-orang kafir itu mengira bahwa mereka tidak akan dibangkitkan lagi, katakanlah; sekali-kali tidak, demi Rabbku, kalian benar-benar akan dibangkitkan kemudian akan dikabarkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan [di dunia], dan hal itu bagi Allah sangatlah mudah.” (QS. at-Taghabun : 7).

Diterjemahkan dari :
Maa yajibu ‘alal muslim ma’rifatu wal ‘amalu bihi
Oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi rahimahullah
Dengan pengantar Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Alu Jarullah

Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id

Rabu, 12 Mei 2010

APLIKASI FIQIH JIHAD DI MASA KINI

Oleh: Abu Thalut Al-Jawi

Hari ini, istilah jihad kembali mendapat sorotan, umat Islam pun nyaris kembali pada era ketakutan akan syariat jihad, seiring munculnya sindroma jihad phobia yang kembali mewabah di hati umat ini setelah Amerika mengkampanyekan perang teror. Bagaimana seharusnya kita memaknai jihad sebagaimana yang diinginkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya saw? Mari kita simak uraian di bawah ini.

Memahami Makna Jihad

Dari segi bahasa, kata al-jihad diambil dari kata kerja, “jahada-yajhadu-jahdan/juhdan”

(جَهَدَ – يَجْهَدُ – جَهْدًا-- جُهْدًا)

Artinya adalah daya kemampuan apabila ada (الظا مّة) pada kata جُهْدً

Adapun bila terdapat fathah pada huruf jim (جَهْدً) artinya: Keletihan/kejerihpayahan (المشقة).

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ لاَ يَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ

“Dan (orang munafik itu mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar (batas akhir) kesanggupannya (At-Taubah: 79)

Jihad juga bermakna puncak (hal yang paling maksimal)

وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ

“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah mereka yang sungguh-sungguh,. (An-Nûr: 53)

Demikian pula di kalangan orang-orang Arab, dikenal adanya ungkapan berikut:

جَهَدَ دَبَّتَهُ وَاجْهَدَ هَا أِذَا حَمَلَ عَلَيْهِ وَالسّير غَيْر طَاقَتُهَا

Artinya: “Dia membebani hewan tunggangannya serta bepergian dengannya melewati batas kemampuan hewan tersebut.

جَاهَدُ فِي سَبلِ الله – مُجَاهَدَةٌ وجِهَادًا وَاْلاِجتِهَادٌ وَالتَّجَاهُد

Artinya: “Berjihad fi sabilillah, mujahadah, jihadan, ijtihad-tajahud (kata-kata ini) bermakna: Pengerahan segala daya kemampuan. ”

Pendek kata, kata Al-Jahdu, Al-Juhdu, Al-Jihad, secara bahasa bermakna:

“Apa yang ditempuh seseorang dengan pengerahan segala daya kemampuan maksimal yang dimilikinya untuk memperoleh sesuatu yang dia senangi atau terhindar dari sesuatu yang dia benci.” (Lihat: Lisanul Arab oleh Ibnul Mandzhur)

dari segi istilah syar’i syaikh Abdullah Azzam di dalam kitab “Fil Jihad” menjelaskan pengertian jihad antara lain sebagai berikut:

  1. Madzhab Hanafi

Telah disebutkan dalam kitab Fathul Qodir (karya Ibnul Humam) juz: 5 hlm: 187

الجِهَادُ : دَعْوَةُ الاكُفَّار أِلَى الدِّين الحَقّ وَقَتَا لُهُم أِن لَم يَقبلها

Artinya: “Jihad adalah dakwah kepada orang-orang kafir untuk menganut dienul haq dan memeranginya jika mereka menolak.”

Adapun dalam kitab Al-Bada’i (karya Al-Kasani)

بَزَلَ الوَسَعَ وَالطَاقَةٌ فِى القِتَا لٍ فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّوجَلَّ بِ النَّفْسٍ وَالمَالٍ وَ الَِّسَانٍ وَ غَيْرُ ذَلِكَ

Artinya; “Pengerahan segala daya kemampuan maksimal dalam berperang di jalan Allah azza wa jalla dengan diri, harta, lisan dan lain sebagainya.”

  1. Madzhab Maliki

Tersebut di dalam kitab Hasyiyatul ‘Adawy (karya Ash-Sho’idiy) juz II hlm: 2, juga dalam kitab Asy-Syarhul Shogir atau Aqrobul Masalik(karya Ad-Dardir) juz II/267:

قتال المسلم كفر غير ذي عهد لاعلاء كلمة الله او خضره له او دخو له أرضه له

Artinya: “Perangnya seorang muslim terhadap orang kafir yang tak terikat perjanjian damai untuk ketinggian kalimatullah, atau (ketika mereka) mendatanginya atau (ketika mereka) memasuki negerinya.”

  1. Madzhab Syafi’i

Dalam kitab Hasyiyah Al-Bajury syarh Ibnul Qosim II/261 disebutkan:

قَالَ اَلْبَجُري: اَلجهَدُ أي اَلْقتَالُ في سَبيل الله

Jihad yaitu perang di jalan Allah

Dalam kitab Fathul Bari II/6 disebutkan:

قال ابن هجر : و شَرْ ءًا بزل الجهد فِي ِقتَالِ اْلكُفَّارِ

Artinya: “Dan secara syar’an, jihad adalah pengerahan segala kemampuan maksimal dalam memerangi orang-orang kafir.

  1. Madzhab Hambali

Dalam kitab Matholibu Ulin Nuha II/497 disebutkan:

قِتَالٌ الْكُفَّارِ

Artinya: “Memerangi orang-orang kafir.

Juga disebutkan dalam kitab Umdatul Fiqh hlm: 166.

الجهاد : القتال و بزل الوسع منع لاعلء كلمة الله تعا لى

Artinya: “Jihad adalah perang pengerahan segala daya kemampuan maksimal untuk meninggikan kalimatulah ta’ala.

Rangkuman:

· “Sesungguhnya kata ‘al-jihad’ jika tersebut secara mutlak (terlepas tanpa keterangan) maka artinya perang dan kata ‘fie sabilillah’ jika tersebut secara mutlak (terlepas tanpa keterangan) maka artinya al-jihad.”

· “Dalam Muqodimahnya Ibnu Rusyd berkata, dan jihad pedang adalah memerangi kaum musyrikin dalam rangka membela dien, maka setiap orang yang berjerih payah karena Dzat Allah, sungguh dia berjihad di jalan-Nya kecuali bahwasanya ‘jihad fisabilillah’ jika secara mutlak disebutkan maka tidak ada arti lain kecuali berjuang memerangi orang-orang kafir dengan pedang hingga menganut Islam atau menyerahkan jizyah sementara mereka hina.”

· Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari VI/29: “Dan pengertian yang segera muncul dari kata ‘fie sabilillah’ adalah jihad.”

Demikian nukilan dari kitab ‘fil jihad’ karya Asy-Syaikh Abdullah Azzam rhm.

Bantahan atas Seputar Syubhat Tentang Arti Jihad

Terdapat sejumlah upaya untuk mengaburkan pengertian jihad, hal ini dilakukan musuh-musuh Islam agar umat ini tidak lagi mengenali syariat jihad yang telah ditetapkan Allah adapun syubhat-syubhat tersebut adalah sebagai berikut:
A. Syubhat Pertama dan bantahannya

a. Syubhat pertama

“Jihad bermakna perang adalah jihad ashghar (jihad kecil) sedangkan jihad melawan hawa nafsu adalah jihad akbar (jihad besar). Dasarnya (anggapan mereka) hadits Nabi n ketika kembali seusai perang Badr:

رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ اللأَصْغَر اِلَى الْجِهَادِ الاكْبَر

Artinya: “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar.

b. Bantahan atas syubhat pertama

1. Kata ‘jihad’ secara mutlak berarti perang, dia sudah menjadi istilah syar’i. tidak boleh diterapkan sembarangan tanpa qorinah syar’iyah (keterangan tambahan secara syar’i). seperti kata ‘shalat’ walau secara bahasa berarti berdoa akan tetapi dia sudah menjadi istilah syar’I yang berarti perkataan, perbuatan yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan taslim dengan syarat-syarat tertentu.

Apakah seseorang yang hanya duduk mengangkat tangan, berdo’a lima waktu sehari semalam tanpa tindakan berdiri, ruku’, sujud dan sebagainya boleh kita katakan sebagai orang yang telah melakukan ibadah shalat, sebagaimana yang lazim kita kenal? Tentu saja tidak sama sekali!

2. Ungkapan di atas bukanlah hadits Nabi saw, melainkan hadits maudhu’ (palsu), berdusta atas nama Nabi saw. Bahkan, ia juga bukan merupakan perkataan seorang shahabat. Akan tetapi, dia dan pendapatnya ini keliru. Ungkapan ini jelas bertentangan dengan makna syar’i tentang jihad, selain bertentangan pula terhadap banyak nash yang menunjukkan keutamaan jihad bermakna qital. Diantaranya:

Abu Hurairah r.a menuturkan, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw sembari berkata, ‘Tunjukkan kepadaku suatu amal perbuatan yang menandingi jihad.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Tidak aku peroleh.’ (Kemudian) beliau saw bersabda, ‘Apakah engkau sanggup apabila seorang mujahid keluar (berperang), kemudian kamu masuk masjidmu dan mengerjakan shalat tanpa henti dan berpuasa tanpa berbuka? Rasulullah saw melanjutkan, ‘Dan siapa yang mampu berbuat demikian?’.” (H.R Al-Bukhari)

Mengerjakan shalat tanpa henti adalah bentuk jihadunnafs demikian juga berpuasa tanpa berhenti, dan hadits shahih tersebut menunjukkan disamping penjelasan jihad bermakna perang adalah suatu perbuatan yang berbeda dengan shalat dan puasa, dalam bingkai makna syar’I hadits tersebut menunjukkan bahwa jihad bermakna perang lebih afdhal (lebih akbar keutamaannya) dibanding shalat dan puasa.

3. Telah diketahui dengan nalar yang sehat bahwa situasi perang akan menimbulkan banyak sekali kesulitan hidup duniawi, antara lain boleh jadi seorang anak kehilangan orang tua, orang tua kehilangan anak, kesulitan memperoleh sandang pangan-papan dan yang lainnya. Pendek kata, situasi perang juga mengandung tuntutan kesabaran tingkat tinggi di dalam mengekang hawa nafsu. Jadi jihad bermakna perang mengandung jihadunnafs. Bagaimana mungkin seseorang yang hidup dalam suasana yang penuh kemudahan fasilitas dikatakan dalam jihad akbar, sedangkan seorang mujahid yang hidup dalam suasana serba kekurangan bahkan di bawah ancaman sewaktu-waktu dirinya terbunuh disebut di dalam jihad jihad ashghar? Sungguh hal ini merupakan penilaian yang tidak adil.

4. Ungkapan yang menyatakan bahwa jihad bermakna perang adalah jihad kecil sedangkan jihadunnafs adalah jihad besar sering dilontarkan oleh mereka yang hidupnya tenggelam di dalam kemudahan memperoleh fasilitas yang disediakan oleh pemerintah thaghut masa kini. Tentu hal ini perlu mereka lakukan untuk kesinambungan perolehan fasilitas tersebut. Camkanlah wahai saudaraku muslim!!!

B. Syubhat Kedua dan Bantahannya

a. Syubhat Kedua

Terdapat juga pendapat sesat yang mengatakan,Seringkali orang mengartikan jihad secara sempit, yaitu dartikan dengan perang padahal jihad memliki makna yang sangat luas seperti menuntut ilmu, dakwah dan lain sebagainya.”

b. Bantahan atas syubhat kedua

1. Kata ‘seringkali’ sama sekali tidak tepat dan tidak realistis pada masa kini! Justru pada zaman ini yang paling banyak dikumandangkan adalah jihad dalam arti bahasa yang meliputi segala bentuk kejerihpayahan atau perjuangan termasuk menuntut ilmu, berdakwah dan lain-lain. Sangat jarang dan langka, para mubaligh melalui mimbar-mimbar masjid atau ceramah atau tabligh akbar atau tulisan yang menjelaskan jihad dalam arti syar’I yaitu berperang di jalan Allah.

2. Kata ‘sempit’ merupakan pilihan kata yang sangat melecehkan syariat Islam. Sebab telah diterangkan sebelumnya bahwa telah disepakati para fuqoha bahwa arti jihad secara syar’I adalah memerangi orang-orang kafir untuk meninggikan kalimatullah ta’ala. Jihad secara mutlak telah didefinisikan sebagai mustholahat asy-syar’iyah sebagaimana kata shalat, shiyam, zakat, haji dan sejenisnya.

Dengan demikian, jika seseorang menyebut kata jihad atau fi sabilillah, hendaknya arti yang pertama kali dipahami adalah jihad bermakna syar’i. jadi pengungkapan kata jihad sebagai perang bukanlah mempersempit makna jihad, tetapi sebagai bentuk aplikasi pelurusan makna jihad agar sesuai dengan kehendak syari’at Islam.

3. Bila dikatakan bahwa jihad itu memiliki peringkat-peringkat, maka ini adalah perkataan yang lebih baik dan lebih fair. Sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah yang tersebut dalam kitab Zaadul Ma’ad, “Jika hal ini telah dimengerti, maka jihad terdiri dari empat peringkat, Jihadunnafs (mengekang hawa nafsu), Jihadusy-syaithan (melawan godaan setan), jihadul kuffar (memerangi orang-orang kafir) dan jihadul munafiqin (dengan argumen dan hujjah).”Kemudian beliau memerinci keempat maratibul jihad tadi menjadi tiga belas martabat (peringkat/klasifikasi).

Persoalannya, pada hari ini lebih banyak orang yang membesar-besarkan jhadunnafs yang dapat mengarah kepada penenggelaman atau mempeti-eskan jihadul kuffar dan hal ini terbukti bahwa banyak (mayoritas) umat Islam tidak mengerti jihadul kuffar apalagi istilah-istilah seputar jihad.

Seperti, fa’i, ghanimah, hukum tawanan perang, persoalan seputar hukum jihadul kuffar hari ini, apakah hari ini jihad fardhu kifayah atau kah fardhu ‘ain dan lain sebagainya.

Bahkan, fenomena dan realita menunjukkan hal yang memprihatinkan yaitu istilah fa’i, ghanimah dan jihad bermakna perang, pada hari ini terkesan tidak berlaku dan senantiasa berkonotasi negatif.

Akibatnya, terjadilah sindrom jihad phobia, fa’i phobia, ghanimah phobia dan sebagaimana mujahidin disebut teroris dan jihadnya dianggap sebagai aksi teror.

Apabila kita dengan jujur meneliti silabus-kurikulum pendidikan agama Islam khususnya di pondok-pondok pesantren, akan ditemukan ketiadaan kajian mengenai Kitabul Jihad atau Babul Jihad yang termaktub di dalam kitab-kitab fiqh yang dijadikan acuan mata pelajaran fiqh.

Bahkan yang terjadi adanya distorsi atau reduksi kandungan pelajaran fiqh sebatas thaharah, shalat, shiyam, zakat, haji, walau kadang-kadag ditambah munakahat dan jual beli. Tampaknya, hal ini juga dilakukan bukan semata-mata karena faktor kesulitan teknis akan tetapi kesengajaan yang dilatar belakangi paham jihad phobia

Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis mengajak para ulama, ustadz, mubaligh untuk jujur dalam memikul amanah ilmiyah, untuk menerapkan kandungan ajaran syariat Islam sesuai yagn dikehendaki Allah ta’ala dan Rasul-Nya saw tanpa cemas atau takut celaan orang yang mencela atau takut kehilangan faktor duniawi yang dimilikinya. Tidak ada taufik kecuali dari Allah ta’ala. Wallahu a’lam


Senin, 03 Mei 2010

biografi osama bin laden


Biasa juga di eja Usmah ibn Ldin

Dilahirkan di Riyadh, Saudi Arabia pada tahun 1957. Dikenal sebagai dalang penyerangan teroris melawan Amerika Serikat dan kekuatan barat lainnya, termasuk pemboman Pusat Perdagangan Kota New York pada tahun 1993, bom bunuh diri pada kapal perang Amerika Serikat tahun 2000, dan serangan ke Pusat Perdagangan Dunia di kota New York dan Pentagon dekat Washington, D.C tanggal 11 September 2001.

Bin Laden adalah satu dari lebih 50 anak di Saudi Arabia yang berasal dari keluarga kaya. Ia kuliah di King Abdul Aziz University, dimana ia menerima gelar di civil engineering. Setelah Uni Soviet menyerbu Afghanistan pada tahun 1979, bin Laden seperti beribu muslim dari seluruh dunia bergabung dalam pertahanan Afghan.

Setelah Soviet menarik mundur pada tahun 1989, bin Laden pulang sebagai seorang pahlawan, namun ia kecewa terhadap apa yang dirasanya sebagai korupsi di pemerintahan Saudi dan keluarganya.

Keberatannya adalah pada kehadiran pasukan amerika Serikat di Saudi Arabia selama Perang Teluk Persia. Menjelang tahun 1993 ia telah mendirikan suatu jaringan yang dikenal dengan al-Qaeda.

Kelompok tersebut mendanai dan mengorganisir beberapa serangan ke seluruh dunia, termasuk bom truck detonasi melawan Amerika target di Saudi Arabia pada tahun 1996, pembunuhan turis di Mesir pada tahun 1997, dan pemboman secara simultan di kedutaan amerika Serikat di Nairobi, Kenya, dan Dar es Salaam, Tanzania pada tahun 1998, yang kesemuanya membunh hamper 300 orang.

Pada tahun 1994, pemerintah Saudi Arabia menyita passpornya setelah menuduhnya subversi, lalu ia lari ke Sudan, dimana ia mengorganisir camps yang melatih militant dengan metode teroris dan akhirnya ia lari pada tahun 1996. Ia lalu kembali ke Afghanistan, dimana ia menerima perlindungan dari pemimpin militant Taliban.

Diterjemah dan diringkas dari: http://www.britannica.com
http://www.biography.com